FILSAFAT POST POSTIVISTIK AB I
FILSAFAT POST POSTIVISTIK
AB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan belakangan ini mengalami kondisi yang
memprihatinkan, dengan maraknya tawuran antar remaja di berbagai kota ditambah
dengan sejumlah perilaku mereka yang cenderung anarkis, meningkatnya
penyalahgunaan narkoba, dan suburnya pergaulan bebas di kalangan pelajar adalah
bukti bahwa pendidikan telah gagal membentuk akhlak anak didik.
Pendidikan selama ini memang telah melahirkan alumnus yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan formal yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan
yang ada tidak berhasil menanamkan nilai-nilai kebajikan atau karakter yang
baik. Dapat di lihat di berapa banyak lulusan pendidikan memiliki kepribadian
yang justru merusak diri mereka. Tampak dunia pendidikan di Indonesia masih
perlu perbaikan karena sekarang ini yang dikejar hanya gelar dan angka.
Bukan hal mendasar yang membawa peserta didik pada kesadaran penuh untuk
mencari ilmu pengetahuan dalam menjalani realitas kehidupan. Pendidikan semacam
itu tidak terjadi di negeri ini sebab orientasinya semata-mata sebagai sarana
mencari kerja.
Kenyataannya yang dianggap sukses dalam pendidikan adalah
mereka yang dengan sertifikat kelulusannya berhasil menduduki posisi pekerjaan
yang menjanjikan gaji tinggi. sementara nilai-nilai akhlak dan budi pekerti menjadi
`barang langka’ bagi dunia pendidikan.
Pendidikan juga masih menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu narkoba dan hobi tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial, atau gila harta dan serakah. Kegagalan pendidikan bukan hanya diukur dari standar pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum bisa menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan, bangsa-bangsa yang dimusnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau kurang pandai, namun karena buruknya akhlak.
Pendidikan juga masih menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu narkoba dan hobi tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial, atau gila harta dan serakah. Kegagalan pendidikan bukan hanya diukur dari standar pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum bisa menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan, bangsa-bangsa yang dimusnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau kurang pandai, namun karena buruknya akhlak.
Karena itu, mengutip kata-kata bijak para filosof,
pendidikan sejatinya ditujukan untuk membantu memanusiakan manusia. Pendidikan
tersebut harus mencakup unsur jasmani, rohani dan kalbu. Implementasi ketiga
unsur itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai
kemanusiaan yang tinggi. Hanya saja, kita melihat pendidikan di Indonesia
sangat jauh dari yang diharapkan bahkan jauh tertinggal dengan Negara-negara
berkembang lainnya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari rendahnya kualitas
SDM yang dihasilkan. Pendek kata, pendidikan kita belum mampu mengantarkan anak
didik pada kesadaran akan dirinya sebagai manusia.
Padahal, manusia adalah pelaku utama dalam proses
pendidikan. Pentingnya Suatu Penentuan Filsafat dalam Pendidikan :Dr. Omar
Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan pentingnya penentuan suatu falsafat
bagi pendidikan sebagai berikut, Filsafat pendidikan itu dapat menolong
perancang-perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakan pendidikan
dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran yang sehat terhadap proses
pendidikan. Di samping itu dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan
fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan;
Filsafat pendidikan dapat membentuk azas yang khas menyangkut kurikulum,
metode, alat-alat pengajaran, dan lain-lain.
Filsafat pendidikan menjadi azas terbaik untuk mengadakan
penilaian pendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi
segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan institusi-institusi
pendidikan.
Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat umum yang mengusasi dunia pendidikan. Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya, hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah yang membahas mengenai “Filsafat Positivisme dan Post Positivisme dalam pendidikan”
Filsafat pendidikan dapat menjadi sandaran intelektual bagi para pendidik untuk membela tindakan-tindakan mereka dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiran mereka di tengah kancah pertarungan filsafat umum yang mengusasi dunia pendidikan. Filsafat pendidikan positivisme akan membantu guru sebagai pendidik untuk pendalaman pikiran bagi penyusunan kurikulum dan pembelajaran serta pendidikan siswanya di sekolah dan mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budaya dan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan untuk menciptakan insane yang sempurna baik lahir maupun batinnya, hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah yang membahas mengenai “Filsafat Positivisme dan Post Positivisme dalam pendidikan”
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Positivisme?
2. Bagaimana Filsafat Positivisme terhadap Pendidikan Indonesia?
3. Apa yang dimaksud dengan filsafat post positivisme?
4. Bagaimana filsafat post positivisme terhadap pendidikan Indonesia?
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Positivisme?
2. Bagaimana Filsafat Positivisme terhadap Pendidikan Indonesia?
3. Apa yang dimaksud dengan filsafat post positivisme?
4. Bagaimana filsafat post positivisme terhadap pendidikan Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Filsafat Positivisme
2. Memahami bagaimana filsafat positivisme terhadap pendidikan Indonesia
3. Memahami apa yang dimaksud dengan filsafat post positivisme
4. Mengetahui bagaimana filsafat post positivisme terhadap pendidikan Indonesia
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Filsafat Positivisme
2. Memahami bagaimana filsafat positivisme terhadap pendidikan Indonesia
3. Memahami apa yang dimaksud dengan filsafat post positivisme
4. Mengetahui bagaimana filsafat post positivisme terhadap pendidikan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Filsafat Positivisme
Kata Positivisme merupakan turunan dari kata positive. John
M. Echols mengartikan positive dengan beberapa kata yaitu positif (lawan dari
negatif), tegas, pasti, meyankinkan. Dalam filsafat, positivisme berarti suatu
aliran filsafat yang berpangkal pada sesuatu yang pasti, faktual, nyata, dari
apa yang diketahui dan berdasarkan data empiris. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, positivisme berarti aliran filsafat yang beranggapan bahwa
pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti.
Sesuatu yang maya dan tidak jelas dikesampingkan, sehingga aliran ini menolak
sesuatu seperti metafisik dan ilmu gaib dan tidak mengenal adanya spekulasi.
Aliran ini berpandangan bahwa manusia tidak pernah mengetahui lebih dari
fakta-fakta, atau apa yang nampak, manusia tidak pernah mengetahui sesuatu
dibalik fakta-fakta.
Ajaran positivisme muncul pada abad 19 dan termasuk jenis
filsafat abad modern. Kelahirannya hampir bersamaan dengan empirisme. Kesamaan
diantara keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya,
positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang objektif,
sedangkan empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau
pengalaman yang subjektif. Tokoh terpenting dari aliran positivisme adalah
August Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873), dan Herbert Spencer
(1820-1903).
Dalam perkembangannya aliran ini diletakkan dalam hubungan
statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara
gejala-gejala, sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala. Bagi Comte untuk
menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
2.2 Filsafat
positivisme terhadap pendidikan Indonesia
Bila dikaitkan dengan pendidikan maka salah satu tujuan
pendidikan bangsa Indonesia yaitu membentuk manusia seutuhnya, dan yang
dimaksud dengan manusia yang utuh adalah tidak hanya cerdas dari segi kognitif
saja melainkan juga cerdas secara emosi dan cerdas spiritual. Manusia yang
diharapkan dalam system pendidikan Indonesia ialah yang mampu berolah pikir,
berolah raga, dan berolah rasa.
Filsafat Positivisme mengarahkan agar pendidikan ini
mengarah kepada hal yang baik, baik dari segi intlektual dan memiliki daya
analisis dari sesuatu, contoh ketika dalam sebuah materi pelajaran menjelaskan
terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk berpikir kenapa hujan itu
terjadi pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi, sehingga dari hal
ini akan mewujudkan generasi kreativ yang dapat berkontribusi dalam pembangunan
bangsa agar menjadi lebih baik dan berdaya saing.
2.3 Pengertian
Filsafat Post Positivsme
Munculnya gugatan terhadap positivisme di mulai tahun
1970-1980an. Pemikirannya dinamai “post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper,
Thomas Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham
ini menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu
tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di
prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu
berubah.
Post positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki
kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran ini bersifat
critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan,
sesuai dengan hukum alam, tetapi satu hal yang mustahil bila suatu
realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh
karena itu, secara metodologis pendekatan eksperimental melalui observasi
tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
Post positivisme merupakan sebuah aliran yang datang setelah
positivism dan memang amat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu
indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme lebih
mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui
berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai
objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas tentang pembahasan
verifikasi secara mendalam.
Asumsi Dasar Post-Positivisme
1. Fakta tidak bebas
nilai, melainkan bermuatan teori.
2. Falibilitas
Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta
anomali.
3. Fakta tidak
bebas melainkan penuh dengan nilai.
4. Interaksi antara
subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase objektif
melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan
senantiasa berubah.
5. Asumsi dasar
post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
6. Hal itu berarti bahwa
realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan
dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan.
7. Fokus kajian
post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari
sebuah keputusan.
2.4 Filsafat post positivisme terhadap pendidikan
Indonesia
Dalam pendidikan Indonesia Pospositivisme adalah suatu pergerakan
ide yang menggantikan ide-ide positivime. Post positivisme memiliki cita-cita,
ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarah
dan perkembangan dalam bidang pendidikan. Filsafat Pospositivisme mengarahkan
agar pendidikan tidak hanya dari kejadian atau hal-hal yang dapat dibuktikan
secara empiris atau dapat dilihat melainkan menggabungkan antara yang dilihat
dan dirasakan. Contoh: pendidikan berkarakter itu akan berjalan dengan baik dan
memberikan dampak yang positip, dilihat bukan hanya dari materi dalam
pembelajaran melainkan ada juga dari perilaku dari guru, keluarga, dan
lingkungan serta emosi anak.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat positivisme merupakan filsafat dimana menekankan
hal-hal yang berfokus kepada data yang empiris, sehingga apabila menyatakan
sesuatu atau ilmu pelajaran harus disesuaikan dengan fakta yang
sebenar-benarnya terjadi. Dalam kaitannya filsafat positivisme pada pendidikan
di Indonesia mengarahkan kepada hal yang baik, baik dari segi intlektual dan
memiliki daya analisis dari sesuatu, contoh ketika dalam sebuah materi
pelajaran menjelaskan terjadinya hujan maka akan menuntut siswa untuk berpikir
kenapa hujan itu terjadi pasti ada sebab atau bukti kenapa hujan itu terjadi,
sehingga dari hal ini akan mewujudkan generasi kreatif yang dapat berkontribusi
dalam pembangunan bangsa agar menjadi lebih baik dan berdaya saing.
Filsafat Post Positivisme muncul merupakan filsafat yang
hadir sebagai pengkritisi dari apa yang diungkapkan oleh filsafat positivisme,
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa post positivisme
lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi
melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai
objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai
cara. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas tentang pembahasan
verifikasi secara mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat
Umum. Pustaka Setia, Bandung
Suparlan Suharsono. 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta :
AR-RUZZ MEDIAhttp://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095576-pengertian-positivisme/#ixzz212vDuDVH
0 komentar