Hakikat Pengetahuan Filsafat
Hakikat Pengetahuan Filsafat
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak
dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat
orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran
Yunani, 1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah
orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia
berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke
Pemikiran Filsafat, 1961:9). Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa
salahnya mencoba menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian.
Dalam uraian itu diharapkan pembaca mengetahui apa filsafat itu, sekalipun
belum lengkap. Dan dari situ akan dapat ditangkap apa itu pengetahuan filsafat.
Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974:11) mendefinisikan filsafat
sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bakry
(Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu
hal yang penting yaitu bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari
berpikir. Ciri khas filsafat ialah ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya
berupa pemikiran (yang logis tetapi tidak empiris). Apa yang diingatkan oleh
Hatta dan Langeveld memang ada benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya mengatkan
filsafat itu hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang
belum lengkap. Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the atemp
to answer ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading in the
Philosophy of Education, 1960:10). D. C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu
Filsafat, 1966: 10) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan teoritis
tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. William james (Encyclopedia of
Philosophy, 1967:219) menyimpulkan bahwa filsafat ialah a collective name
for question which have asked them. Namun dengan mengatakan bahwa filsafat
ialah hasil pemikiran yang hanya logis, kita telah menyebutkan intisari
filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan logis dan tidak empiris.
Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan
aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan :
- Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini
berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
- Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan
itu.
- Aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.
Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua
filsafat masuk disini, misalnya Logika, Metafisika, Kosmologi, Teologi,
Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat Pendidikan, Filsafat Hukum dan
lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut
epistimologi yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Ini
berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan Aksiologi hanya mencakup satu
bidang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan guna pengetahuan filsafat.
Ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat.
Epistimologi Pengetahuan Filsafat
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat
(yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran
kebenaran (pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris
di kenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal
kata “episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti
teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang
asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan.
Di samping itu terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama
dengan epistemologi ialah:
1. Gnosiologi
2. Logikal material
3. Criteriologi
Keseluruhan istilah tersebut di atas di dalam bahasa
Indonesia pada umumnya disebut filsafat pengetahuan. Dalam rumusan lain di
sdebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal
tentang watak,batas –batas dan berlakunyailmu pengetahuan: demikian rumusan
yang di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli filsafat (filosof)
maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemologi atau filsafat
pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di renungkan maka dapat di
fahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas –
batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika
penulisan epitemologi adalah terjadinya pengetahuan,teori kebenaran, metode –
metode ilmiah dan aliran – aliran teori pengetahuan.
a. Terjadinya Pengetahuan
Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam
epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan
yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam
sifatnya baik a priori maupun a posteriori. Pengetahuan a priori adalah
pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman
indra maupun pengalaman batin. Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang
terjadi karena adanya pengalaman. Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu:
pengalaman indra (sence experience); nalar (reason); otoritas (authority);
intuisi (intitution); wahyu (revelation); dan keyakinan (faith). Sepanjang
sejarah kefilsafatan alat – alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan
masing – masing baik secara sendiri – sendiri maupun berpasangan satu sama lain
tergantung kepada filosof atau faham yang di anutnya. Dalam hal ini dapat di
lihat bukti – bukti sebagai berikut :
Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan
indrawi tidak dapat di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika
kesan–kesan subjektif di anggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya
gambaran–gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai
dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan
sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional
dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan–kesimpulan,
tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea–idea yang
berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam keharusan ilahi yang
kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh Resiesinalisme.
Pandangan Spinoza agak berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes sebagai salah
seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588 -1679. Menurutnya pengenalan
atau pengetahuan di peroleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas–asas yang di peroleh dan di
teguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan di turunkan dari pengalaman.
Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.
Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme
semata – mata sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan
dan pengurangan. Pengenalan dengan akal mukai dengan memakai kata–kata (
pengertian–pengertian), yang hanya mewujudkan tanda–tanda yang menurut adat
saja, dan menjadikan roh manusia dapat memiliki gambaran dari hal – hal yang di
ucapkan dengan kata–kata itu. Pengertian–pengertian umum hanyalah nama saja,
yaitu nama–nama bagi gambaran–ganbaran ingatan tersebut, bukan nama–nama
bendanya. Nama–nama itu tidak mempunyai nilai objektif. Pendapat atau
pertimbangan adalah penggabungan dua nama, sedang silogisme adalah suatu soal
hitung, di mana orang bekerja dengan tiga nama. Yang di sebut pengalaman adalah
keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang di simpan di dalam ingatan
dan di tentukan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa
yang telah diamati pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena
gerak benda – benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera
kita. Gerak ini di teruskan kepada otak dan dari otak di teruskan ke jantung.
Di dalam jantung timbulah suatu reaksi suatu gerak dalam jurusan yang
sebaliknya. Pengmatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Sasaran yang diamati adalah sifat–sifat inderawi.
Penginderaan disebabkan karena tekanan objek atau sasaran. Kualitas di dalam
objek–objek, yang sesuai dengan penginderaan kita, bergerak menekan indera
kita. Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar, bukan berada di dalam
objek, melainkan di dalam subjeknya. Sifat sifat inderawi tidak memberi
gambaran tentang sebab yang menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan
todak senang dan segala gejala jiwani, bersandar semata–mata pada asosiasi
gambaran–gambaran yang murni bersifat mekanis. Sementara itu salah seorang
tokoh empirisme yang lain berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari
pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu
pengetahuan di dapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya
sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang tanpa tulisan, yang
menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak membedakan
antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akalis. Satu – satunya sasaran
atau objek pengetahuan adalah gagasan – gagasan atau ide – ide yang timbulnya
karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman bathiniah (
reflection). Pengalamn lahiriah mengajarkan kepada kita tentang hal – hal yang
di luar kita, sedangkan pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadaan –
keadaan psikis kita sendiri. Kedua macam pengalaman ini jalin menjalin.
Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala–gejala psikis yang harus di tanggapi
oleh pengalaman batiniah. Objek–objek pengalaman lahiriah itu mula – mula
menjadi isi pengalaman, karena di hisapkan oleh pengalaman bathiniah, artinya
objek – objek itu tampil dalam kesadaran. Dengan demikian menganal adalah
identik dengan mengenal secara sadar. Dalam hal ini Locke sama dengan
Descrates. Segala sesuatu yang berada di luar kita menimbulkan didalam diri
kita gagasan – gagasan dari pengalaman lahiriah. Tujuan berfilsafat ialah
menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam. Jika hasil pemikiran itu
disusun, maka susunan itulah yang kita sebut Sistematika Filsafat. Sistematika
atau struktur filsafat dalam garis besar terdiri atas ontologi, epistimologi
dan aksiologi. Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang
diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat
Pendidikan. Jika ia memikirkan hukum maka jadilah Filsafata Hukum, dan lain
sebagainya. Inilah objek filsafat. Objek penelitian filsafat lebih luas dari
objek penelitian sains. Sains hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat
meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang
disebut objek forma yang menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat.
0 komentar