TRADISI PANJANG MULUD MASYARAKAT BANTEN
TRADISI PANJANG MULUD MASYARAKAT BANTEN
Sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat Banten, khususnya di
Serang, dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW diselenggarakan Tradisi
Panjang Mulud, atau diistilahkan juga dengan Ngeropok (ada juga dengan menyebut
Ngegropok) Panjang Mulud. Tradisi ini berkembang dan tumbuh di tengah-tengah
masyarakat, diselenggarakan oleh masyarakat Serang, baik di kampung-kampung, di
perumahan secara sederhana, maupun menjadi even besar yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah setempat.
Arti dari Ngeropok atau Ngegropok sendiri secara harfiah
dapat diterjemahkan sebagai "Ngeriung" (kumpul-kumpul), atau juga ada
yang menerjemahkan sebagai ajang rebutan dari "Panjang Mulud" itu
sendiri. Sedangkan "Panjang Mulud" diartikan sebagai bentuk semacam
sesajian, dalam masyarakat Jawa dikenal juga dengan
"Gunung-Gunungan". Panjang ini berisi berbagai macam makanan,
sandang, atau berbagai benda lainnya. Panjang di bentuk seperti perahu, mobil,
atau rumah, tetapi secara umum biasanya berbentuk perahu atau kapal, kemudian
dihias, baik dari kertas warna, daun kelapa muda, atau kain-kain perca. Ciri
khas dari isi Panjang adalah selalu ada telur rebus, kemudian dimasukkan ke
dalam kantong terbuat dari kertas sebesar telur itu sendiri, kemudian
digantung-gantungkan dalam rangkaian Panjang.
Panjang Mulud identik dengan menghias, mengemas,
memberikan hadiah dan mengaraknya. Hadiah yang diperebutkan pun dibuat dengan
berbagai macam bentuk yang disebut dengan istilah 'Panjang'. Ada yang berbentuk
miniatur masjid -biasanya mengambil model Masjid Agung Banten Lama lengkap
dengan menaranya- kapal laut, pesawat terbang, burung dan lain
sebagainya. Isi Panjang itu juga bisa bermacam-macam. Bisa berupa
makanan, seperti telur ayam, atau bebek, daging ayam, ikan, dan lauk-pauk
lainnya, tetapi bisa juga berupa pakaian, sajadah, sarung, kopiah, arloji, jam
dinding, dan sebagainya. Di sela-sela makanan atau pakaian itu kadang-kadang
terselip lembaran uang. Tidak diketahui secara pasti kapan tradisi ini muncul
di Banten. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa panjang mulud lahir pada masa
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Ada juga yang berpendapat panjang mulud
bermula pada pada masa sultan Banten kedua, Maulana Yusuf (1570-1580), namun
tradisi Panjang Mulud yang mulai melibatkan masyarakat secara massal baru
dimulai pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Istilah atau penyebutan
"Panjang" ini pun berbagai makna, ada yang menerjemahkan bentuk dari
sesajian itu sendiri karena banyaknya Panjang yang ditampilkan atau bentuk
kapal yang panjang, ada juga yang mengartikan karena panjangnya prosesi yang
harus dilalui dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ini.
Panjang ialah suatu benda yang didalamnya berisi suatu
sedekah berupa lauk pauk atau sandang dan pangan atau bahkan sembako yang di
bentuk menyerupai suatu bentuk misalnya masjid, kapal, pesawat terbang, rumah,
binatang besar dan lain-lain. Tidak semua daerah dikota provinsi banten ini
melakukan hal tersebut. Akan tetapi di kota serang dan cilegon hal ini sungguh
tidak asing lagi. Ini juga yang membuat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
menjadi menarik. Tradisi ini memberikan
nilai positif dan negative. Nilai positifnya adalah Kegiatan ini bukan
semata-mata untuk kesenangan atau syarat tertentu saja, akan tetapi ini adalah
sebagai bentuk syukur kami kepada Nabi umat muslim tersebut dengan cara
bersedekah. Dan sisi negatifnya adalah ketika membuat jalan menjadi macet,
terganggunya kndaraan-kendaraan, jadi sebaiknya agar tidak memberikan kesan
yang tidak baik sebaiknya dari pnggunaan jalanlah yang seharusya diperbaiki
demi kenyamanan semuanya dan tidak mengganggu orang lain. Karena “panjang” yang
kita buat pada akhirnya akan dibagikan keseluruh warga yang membutuhkan akan
isi dari “panjang” itu sendiri. Pembuatan “panjang” dalam peringatan ini
bersifat tidak wajib, artinya siapapun dapat membuat “panjang”. Hal seperti ini
jugalah yang membedakan kota Cilegon/Serang dengan kota-kota lainnya khususnya
di Banten.
0 komentar