Dibalik Tradisi Rabo Kasan

By 05.18

Dibalik Tradisi Rabo Kasan

Salah satu dari tradisi yang sudah mengakar di masyarakat kita adalah rangkaian ritual yang populer dengan sebutan “REBO KASAN”, yaitu ritual yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun setiap hari Rabu akhir pada bulan Shofar, yaitu bulan kedua dari penanggalan Hijriyah. Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di bebebrapa daerah  seperti Bogor, Banten dan Yogyakarta. Maksud dari tradisi ini kurang lebih sama disetiap daerah yang melaksanakannya, yaitu untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari  bala’ (musibah dan bencana).
Menurut opini yang berkembang dimasyarakat sekitar, konon pada zaman dahulu terjadi bencana kekeringan di sebuah desa bernama Pelaman, sebenarnya sunan Giri telah memberikan petunjuk kalau ada sumber air yang sangat besar di sekitar Masjid Pelaman. Tetapi lama kelamaan sumber air tadi menyusut. Kemudian Sunan Giri memberi petunjuk jika mereka menemukan tempat yang banyak tumbuh pepohonan maka akan ada sumber air disana. Setelah beberapa lama mencari, akhirnya mereka menemukan tempat tersebut disebuah desa bernama Pongangan. Dari sinilah perayaan Rebo Kasan ada karena hari ditemukannya sumber tersebut dan selesainya pembangunan masjid yang semula ada di desa Pelaman jatuh pada hari Rebo Pungkasan di bulan Safar.
Istilah Rebo Kasan sendiri terjadi selisih pendapat. Sebagian mengasumsikan kata kasan merupakan penggalan dari kata Pungkasan yang berarti akhir dengan mambuang suku kata depan menjadi kasan Teori  ini lebih mudah dimengerti. sebab Rebo Kasan adalah hari rabu yang terakhir dari bulan Sapar atau Shofar, bulan kedua dari penanggalan hijriyyah.
Sebagian yang lain memahami kata Kasan merupakan penggalan dari kata Wekasan yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti Pesanan, Berangkat dari teori ini istilah  Rebo Kasan berarti hari Rebo yang spesial tidak seperti hari-hari Rabo yang lain.  Seperti barang pesanan yang dibikin secara husus dan tidak dijual kepada semua orang. Kesimpulan ini bisa dipahami oleh karena Rebo Kasan memang hanya terjadi sekali dalam setahun dimana para sesepuh manti–manti (wekas) agar hati-hati pada hari itu.
Selain kedua versi tersebut, ada satu lagi yang mengasumsikan kata kasan dari kata  bahasa arab yaitu hasan yang berarti baik. Kata kasan adalah kata yang utuh bukan penggalan dari kata lain. Walaupun  penalaranya agak sedikit rumit akan tetapi tampak paling mendekati benar karena asumsi yang dipakai keutuhan kalimatnya bukan penggalan dari kalimat lain.
Barangkali kata kasan yang berarti baik sengaja dibubuhkan untuk memberi sugesti pada umat atau masyarakat agar tidak terlalu cemas dengan gambaran yang ada pada hari Rebo Kasan tersebut.

Asal Mula Ritual Rebo Kasan
Disebutkan dalam banyak sumber dari referensi Islam Klasik bahwa salah seorang Waliyulloh yang telah mencapai makom kasyaf (mendapatkan ilmu tentang sesuatu yang sulit dimengerti orang lain seperti hal–hal gaib) mengatakan bahwa dalam setiap tahun Alloh SWT menurunkan bala’ sebanyak 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam dalam satu malam. Malam itu bertepatan setiap malam Rebo akhir dari bulan Shofar.
Oleh karena itu Wali tersebut memberi nasahat mengajak pada umat untuk bertaqorrub pada Alloh seraya meminta agar dijauhkan dari semua bala’ yang diturunkan pada hari itu. Lebih jauh beliau memberi tuntunan tatacara bertaqorrub dengan rangkaian do’a-do’a yang dalam istilah jawa lebih dikenal sebagai do’a tolak bala. Pada intinya rangakian doa itu diberikan oleh para wali-wali Alloh sebagai upaya memohon kepada Alloh untuk diberikan keselamatan dan di jauhkan dari semua macam bala yang diturunkan pada hari itu. Tata cara dan bentuk do’a yang diberikanpun berbeda – beda dari satu guru keguru yang lain.
Inilah asal muasal ritual Rebo Kasan yang mengakar dan di lakukan oleh masyarakat dari generasi ke generasi.
Bentuk Ritual
Bentuk ritual rebo kasan yang banyak  dilakukan meliputi empat macam, yaitu : Sholat yang populer di masyarakat dengan sebutan sholat tolak bala atau sholat rebo kasan, doa kemudian minum air jimat dan yang keempat selamatan. Berikut ini kupasan keempat macam ritual tersebut akan teteapi oleh karena pembahasan sholat cukup panjang maka kupasannya kami posisikan paling belakang.
a. Do’a
Diantara do’a-do’a  yang banyak dibaca pada hari Rebu Kasan adalah rangkaian do’a seperti yang terdapat pada kitab Kanzun Najah karya Abdul Hamid Kudus halaman 26, dan pada kitab-kitab yang lain. Meskipun silsilah do’a itu sendiri disusun oleh siapa sejauh ini belum dapat ditelusuri dengan pasti, namun demikian melihat lafal dan makna dari do’a itu sendiri tidak ada yang pelu diperdebatkan panjang. Persolannya kembali pada persoalan klasik seputar hukum tawassul dan Do’a Bighoiril Ma’tsur yang kajianya sudah banyak dilakukan.
b. Minum air azimat
Disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain karya imam Nawawi Aljawi Albantani yang merupakan syarah atau penjelasan dari kitab matan Fiqih Qurrotul ‘Ain, barang  siapa yang menulis ayat salamah tujuh yaitu tujuh ayat Alqur’an yang diawali dengan lafal Salaamun : “Salaamun Qoulammirrobirrohim, Salaamun ‘ala nuhin fil’alamin, Salaamun ‘ala ibrohiim, Salaamun ‘ala musa wa harun, Salaamun ‘ala ilyasin, Salaamun ‘alaikum thibtum fadkhuluha kholidin,  Salaamun hiya hatta mathla’il fajr.” Kemudian tulisan tersebut dilebur/direndam dengan air, maka barang siapa yang mau meminum air tersebut akan diselamatkan dari baliyyah/bala’ yang diturunkan.
c. Selamatan
Pada sebagian masyarakat disamping ritual-ritual diatas dilakukan pula selamatan dengan membagikan nasi pada tetangga dan saudara. Disebagian daerah nasi itu dibawa ke suatu tempat seperti Masjid atau Musholla untuk dinikmati bersama-sama. Mereka yang tidak mampu membuat nasi cukup membawa jajan  atau minuman. Semua itu dilakukan sebagai bentuk taqorrub dengan mengeluarakan sebagian haknya/shodaqoh didasari harapan diselamatkan dari segala bentuk bala’ dengan sodaqohnya. Sesuai dengan tuntunan yang artinya bahwa Sodaqoh itu dapat menangkal turunya  bala’.
d. Sholat Sunnah
Pada dasarnya sholat yang khusus untuk Rabu Kasan atau sholat tolak bala tidak ada dalam literatur islam, seperti halnya sholat roghoib dan semacamnya. Hal ini berbeda dengan ritual-ritual yang lain seperti do’a, dzikir dan lain sebagainya dimana pada selain sholat bisa diakomodir bentuk-bentuk baru yang belum dikenal sebelumnya. Sedang sholat segala sesuatunya sudah ditentukan dari mulai tatacara sholat sampai jenis-jenis atau macam-macam sholat. Dengan kata lain dalam sholat tidak ada ruang inovasi baru baik dalam tata cara maupun macam-macamnya.

            Tradisi Rabo Khasan ini sebenarnya merupakan bentuk pengharapan masyarakat supaya mendapat keselamatan dalam menjalani hidup dan tradisi ini pun penuh dengan makna social dan budaya.

You Might Also Like

0 komentar