Aliran Idealisme

By 00.24

ALIRAN IDEALISME

1 .Pengertian dan konsep dasar
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing -masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan.
Berkaitan dengan kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa kenyataan (realita) yang ada dalam kehidupan alam bukanlah suatu kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran dari ide-ide yang ada didalam jiwa atau spirit manusia.
Idealisme berorientasi kepada ide-ide, kepada jiwa, kepada spiritualitas, kepada hal-hal yang ideal (serba cita), kepada norma-norma yang mengandung kebenaran muthlak dan kesedian berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia.
Dalam idealisme terbagi dua realitas yaitu
a.      Yang tampak: apa yang kita alami setiap hari,yang mengakami perubahan, dimana ada dua kutub yang saling berlawanan. Disini terdapat ketidaksempurnaan, ketidakteraturan, alam kesulitan
b.     Alam realitas: merupakan alam yang ideal, sejati dan murni dan adanya keteraturan.
Dari kedua alam tersebut nyatalah bahwa alam ideal merupakan yang berisi kemutlakan, sejati, murni, dan suci. Tetapi, alam ini sangat berbeda dari yang tampak, dimana dalam ala mini kesempurnaan bertahta, yang tidak perlu mengalami perubahan. Penetapan ini menyatakan bahwa alam pikiran itu lebih tinggi daripada alam dunia.
2. Dunia sebagai idea
Hegel berpendapat bahwa segala realitas adalah perlombaan yang bergerola yang bergerak dari macam pertentangan seperti siang dan malam. Pertentangan ini merupakan wujud dari dialektika alam ( yang muncul berulang kali dalam sifat dan alam manusia). Menurt hegel, setiap idea plato mempunyai anti thesisnya sendiri, idea bukan hanya tempat statis melainkan bergerak. Hegel memakai tiga thesis yaitu: Antithesis synthesis menerangkan apa yang dimaksudkan. Contohnya seseorang hidup untuk dirinya sendiri, dan diadu dengan antithesinya yaitu bahwa seseorang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Ini menimbulkan pemecahan masalah(synthesis). Yang bunyinya:seseorang bisa memenuhi hidupnya dengan memenuhi tanggung jawab terhadap orang lain. Dengana cara ini kita akan dapat memahami sejarah dengan baik, kata hegel.
Paham filsafat idealisme pada abad ke-20 ini berpengaruh besar dikalangan ahli piker Jerman, sehingga muncullah bermacam-macam idealisme yang mempunyai corak khusus berupa:
a.      Idealisme subjektif yang beranggapan bahwa individu manusia itulah yang menjadi produsen (penghasil) dari pada kenyataan. Roh manusialah yang menentukan proses kenyataan itu. Tokoh nya adalah Berkely.
b.     Idealisme objektif yang beranggapan bahwa roh manusia hanyalah merupakan bagian dari “roh umum” yang menggerakkan alam kenyataan ini sehingga jiwa individual itu tidak berfungsi lagi dalam proses timbulnya kenyataan itu, karena roh umum iti bersifat transedental (menembus,mengatasi segalanya) atau disebut oleh Imanuel Kant sebagai Buswastein uber haupt yang bersifat boven individual. Jiwa individual lenyap dalam roh umum itu.
c.      Idealisme Rasionalistis yang beranggapan bahwa jiwa adalah akal pikiran manusia. Hakikat  manusia adalah kesanggupannya untuk berfikir. Aristoteles sebagi salah satu tokohnya membeda-bedakan antara jiwa vegetative, animal dan human. Jiwa human itu menunjukkan cirri khas kesanggupan manusia untuk berfikir yang disebut Nous atau budi. Tokohnya antara lain Hegel, berpendapat bahwa nous atau budi atau rohani itu bukanlah sesuatu yang dimilki oleh setiap manusia , tatpi manusia menjadi alat naous.
d.     Idealism yang Ethis yang beranggapan bahwa jiwa adalah akal yang praktis, akal teoritis dan yang etis. Tokonya anatara lain : Imanuel Kant pernah mengatakan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dapat diperalat kecuali manusia. Manusia sebagai makhluk berbudi merupakan tujuan bagi dirinya sendiri. Bagi Kant hokum asusila dating dari budinya sendiri bukan dari luar.
e.      Idealisme yang Aesthetis yang menyatakan bahwa kenyataan ini adalah sebagai hasil dari seni dalam arti sepenuhnya.  Juga memandang  bahwa hakikat manusia adalah persaan.Tokohnya Wilhelm Von Humboit.
f.      Idealisme Religius dalam pandangannya tentang kenyataan ini didasarkan atas ajaran agama seperti isalm, Kristen, dan yahudi. Dalam idealism ini kepercayaan menjadi hakikat manusia. Menurut Plato, manusia itu dengan erosnya senantiasa ingin menuju kearah idea-idea yang bersifat rohani. Kehidupan yang sejati hanya ditemukan dalam idea dimana Tuhan merupakan idea tertinggi. Bagi orang idealistini, manusia ini adalah makhluk tuhan yang mempunyai kemauan bebas (free will) dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
3 .Idealisme dan filsafat pendidikan
Ideaisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Sejak inilah paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
2.1.3       Pengaruh idealisme dalam pendidikan
Dalam proses pendidikan, kaum idealis mengingikan agar pendidikan jangan hanya merupakan masalh pengembangan atau menumbuh kembangkan, melainkan harus digerakkan kearah tujuan, yaitu suatu tujuan dimana nilai telah direalisasikan kedalam bentuk yang kekal tidak terbatas.
Nilai-nilai pendidikan, menurut kaum idealis adalah penglahiran (cetusan) dari susunan atau system yang kekal abadi yang memiliki nilai-nilai dalam dirinya sendiri.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan Pendidikan, Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial
2). Kedudukan Siswa, Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru, Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa
4). Kurikulum, Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan
5). Metode, Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan
Dalam paham aliran idealism guru berfungsi sebagai: 1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
4. Pendidikan Idealisme dalam PLS(pendidikan luar sekolah)
              Dalam PLS dikenal adanya prinsip yang digunakan tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan masyarakat.
b.     Kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c.      metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian  setiap metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.

d.     peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.

You Might Also Like

0 komentar