PENTINGNYA MENGETAHUI FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI TENAGA PENDIDIK DAN PEMERHATI PENDIDiKAN DALAM USAHA PENGEMBANGAN ILMU PEDIDIKAN

By 06.21


PENTINGNYA MENGETAHUI FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI TENAGA PENDIDIK DAN PEMERHATI PENDIDiKAN  DALAM USAHA PENGEMBANGAN ILMU PEDIDIKAN

I. Latar Belakang
            Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Hal tersebut menjadi alasan penulis untuk mengangkat judul di atas yakni bagaimana masalah pendidikan yang ditemui di Indonesia dibahas dengan filsafat sehingga dirasa perlu bagi para tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan untuk mengetahui filsafat pendidikan serta menerapkannya untuk membantu memeinimalisir masalah pendidikan yang ada saat ini.

II. Pembahasan
A. Pengertian Filsafat
            Secara Etimologi kata filsafat yang dalam bahasa Inggris disebut Philosophy dan yang dalam bahasa Yuani disebut Philosophia dibagi atas dua suku kata yakni Philein dan Sophia; philein berarti cinta dan Sophia berarti kebijaksanaan (wisdom). Hal itu berarti cinta kebijaksanaan, sehingga ada statement mengatakan bahwa orang yang senang dengan filsafat dan membidangi filsafat atau ahli filsafat atau filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Fisafat ditandai dengan pemunculan atau lahirnya teori-teori atau sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir atau filsuf  besar seperti Plato, Socrates, Thomas Aquinas, Spinoza, dll.
            Secara therminologi dibawah ini dikemukakan beberapa pegertian filsafat yang dikemukakan para ahli :
  1. Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli
  2. Aristoteles : Filasafat adalah ilmu (pengetahuan) uamg meliputi kebenaran yang terkandung di dalmnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi politik, dan estetika (keindahan)
  3. Al Faribi : Filsafat aldalah ilmu (pengetahuan) tentang alam, wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
  4. Rena Descartes : Filsafat adalah kumpulan segala  pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
  5. Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokik pangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Beberapa pegertian di atas cukup menjelaskan mengenai pegertian filsafat baik secara etimologi maupun therminology.
Lalu bagaimana dengan filsafat pendidikan ..?
            Sebelum sampai kepada filsafat pendidikan kita harus terlebih dahulu membahas apa itu Hakekat ilmu pendidikan agar pembahasan ini lebih cepat dimegerti karena terstruktur dengan baik hingga ke pembahasan utamanya nanti yakni Pentingnya mengetahui filsafat pendidikan bagi tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan dalam usaha pengembangan ilmu pendidikan.
B. Pengertian Pendidikan
Apakah pengertian pendidikan itu..? Menurut bahasa Belanda, pendidikan berasal dari kata Ofvooden yang artinya memberi makan. Menurut pemahaman mereka sesuatu yang diberi makan akan tumbuh dan berkembang. Selain makanan jasmani, rohani juga perlu diberi maka agar berkembang dan ada peningkatan. Makanan rohani diberi berupa pendidikan dan pengajaran, berupa pemberian pengetahuan, latihan dan pemberian pengalaman.
            Dalam bahasa Inggris Pendidikan adalah Education yang penekanannya bahwa pendidikan tidak hanya mencakup nalar atau intelektual saja, melainkan mencakup pengmbangan moral atau kepribadian, karakter, atau sikap anak yang meliputi berbagai kecerdasan yang dapat dikembangkan dalm kehidupan anak sebagai manusia. Dalam pengembangan diri anak sebagai manusia dalam kegiatan pendidikan terjadi iterkasi dengan lingkungannya yang berlangsung secara formal.
            Sementara menurut bahasa Jerman, pendidikan berasal dari kata Ziechung; artinya membawa keluar, sedangkan menurut bahasa Romawi Kuno pendidikan ialah educare; artinya menarik keluar. Apa yang dibawa keluar dan apa yang ditarik keluar..? menurut kedua pengertian ini setiap orang atau individu memiliki potensi yang dibawa sejak lahir, yang dapat dikembangkan. Potensi ini masih tersimpan dan belum berkembang. Tugas pendidikan asdalah menarik keluar, membawa keluar potensi-potensi yang dimiliki anak, yang berarti membina dan mengembangkannya sehingga menjadi realita atau kenayataan, suatu realita yang termanifestasi dalam wujud-wujud keberhasilan pendidikan.
            Tugas pendidik dalam pendidikan adalah membimbing, memimpin dan mengarahkan anak didik dalam pertumbuhannya  agar menjadi manusia yang dapat berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Kegiatan pendidikan, yakni dilaksanakan melalui hubungan pendidikan antara pendidik dan peserta didik, merupkan upaya yang istimewa dan unik. Istimewa karena dengan pendidikanlah manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, dibukakan jalan untuk mengembangkan kehidupannya. Unik karena mengandung ciri-ciri yang khas yang tidak terdapat pada kegiatan-kegiatan yang lain yang sifatnya selalu situasional dan kontekstual.
            Pendidikan dapat diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kea rah kedewasaan dan kematangan. Arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas tidak terbatas hanya pada usia kalender, melainkan lebih menekankan pada mental-spiritual, sikap, nalar, baik intelektual maupun emosional, social dan spiritual. Bobot kedewasaan ini akan terungkap dalam kematangannya dalam berfikir, berucap, berperilaku dan membuat keputusan. Sudah barang tentu bahwa kedewasaan dan kematangan yang dimiliki seseorang  merupakan hasil dari kinerja pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya, pendidikan yang tidak hanya terbatas pada pendidikan persekolahan (pendidikan formal).
            Selain itu pendidikan merupakan pemberdayaan sumber daya manusia. Makna pendidikan adalah memberikan kepada seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kekakuan harus ditembus dengan memberikan kebebasan pada peserta didik dan untuk menembus kekakuan yang mungkin selama ini banyak mempengaruhi pelaksanaan pendidikan kia harus ditembus dengan  pelaksanaan memberdayakan peserta didik melalui kebebasan yang bertanggungjawab.
            Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi menolong, membantu dalam arti luas. Membantu menyadarkan tentang potensi yang ada padanya, membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan keterampilan, memberikan latihan-latihan, memotivasi, terlibat dalam pengalaman-pengalaman yang berguna, mengusahakan lingkungan serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan bila ada penyimpangan, mengolah materi pelajaran sehingga peserta didik bernafsu untuk menguasainya, mengusahakan alat-alat, meningkatkan intensitas proses pembelajaran. Pendidikan menyediakan alternative pilihan, begitu peserta didik telah memutuskan untuk memilih satu alternative, pendidikan siap membantu, siap merangsang dan menjauhkan hal-hal yang dapat mengganggu jalnnya proses.
            Untuk memperjelas pemahaman akan hakekat dan pengertian pendidikan, berikut ini dikemukakan sejumlah pendapat yang dikemukakan para ahli yaitu :
  1. McLeod : Pendidikan berarti perrbuatau atau proses pembuatan untuk memperoleh pengetahuan.
  2. Mudyaharjo : Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaa pendidikan formal.
  3. Muhibinsyah : Pendidikan diartikan sebagai seubah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
  4. Purwanto : Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
  5. UUSPN NO. 20 tahun 2003 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari pengertian-pengertian pendidikan yang telah dipaparkan secara luas di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab membimbing anak-aak (peserta didik) mencapai kedewasaan. Dapat juga dikatakan untuk merumuskan pendidikan yang baik harus mengandung sekurang-kurangnya unsur berikut :
  1. Adanya bentuk pendidikan : apakah berbentuk usaha, pertolongan, bantuan, bimbingan, pelayanan ataupun pembinaan.
  2. Adanya pelaku pendidikan : orang dewasa, guru sebagai pendidik, orang tua, pendeta/pemuka agama, pemuka masyarakat, ataupun pimpinan organisasi).
  3. Adanya sasaran pendidikan : orang yang belum dewasa, aak didik, peserta didik.
  4. Adanya sifat pelaksanaan pendidikan : dengan sadarm dengan sengaja, penuh tanggung jawab, dengan sistematis, dengan terencana.
  5. Adanya tujuan yang ingin dicapai : manusia susila, kedewasaan, manusia yang patriot atau warga Negara yang bertanggungjawab.


C. Filsafat Pendidikan
Dengan memahami hakekat pendidikan di atas, alhasil pembaca akan lebih memahami hubungan pendidikan dengan filsafat pendidikan yang dibahas dalam hal ini. Filsafat pendidikan sebagaimana cabang filsafat lainnya mencakup sekurang-kurangnya tiga cabang utama dari filsafat yakni, ontology, epistemology, dan aksiologi. Ontologi yang berasal dari bahasa Yunani yakni Onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya  dan Logos yang berarti teori atau ilmu. Dapat dikatakan bahwa ontology membicarakan tatanan dan struktur keyataan dalam arti yang luas. Atas dasar pengertian dari ontology tersebut, maka pandangan ontology dari pendidikan adalah manusia, makhluk mulia, potensi, interaksi, budaya, dan lingkungan. Filsafat pendidikan terwujud dengan menarik garis linear antara filsafat dan pendidikan. dalam hal ini filsafat seolah-olah dijabarkan secara langsung ke dalam penddikan dengan maksud untuk meghasilkan konsep pendidikan yang berasal dari satu cabang atau aliran filsafat. Bila kosep dasar tentang kenyataan yang pada hakikatnya, menurut idealisme adalah hal-hal yang bersifat kerohanian ataupun yang lain yang sejenis dengan itu, maka pendidikan yang tersusun atas ide dan idealisme, maka tujuan dari pendidikan itu adalah megutamakan perkembangan aspek-aspek spiritual dan kerohanian pada peserta didik.
            Kedudukan filsafat pendidikan dalam jajaran ilmu pendidikan adalah sebagi bagian dari fundasi-fundasi pendidikan. Berarti bahwa ilsafat pendidikan perlu mengetengahkan tentang konsep-konsep dasar pendidikan. Sudah merupakan padagan atau pemahaman umum bahwa filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh seseorang atau suatu masyarakat bahkan suatu bangsa merupkan asas atau pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan orang atau masyarakat tersebut atau bangsa itu sendiri, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.
            Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariksan sistem-sistem norma dan tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pedidikan dan tenaga kependidikan (termasuk guru di dalamnya) dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin agar pelaksanaann pendidika efektif, maka dibuthkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normative dan pedoman pelaksanaan. Sejalan dengan pendapat John Dewey, filsafat merupkan teori umum, sebagai landasan semua pemikiran umum mengenai pendidikan.
            Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah :
  1. Filsafat dalam arti filosofis merupkan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
  2. Filsafat bergungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsaat tertentu yang memiliki relevansi dengan kebutuhan yang nyata.
  3. Filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam mengembangka teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Sangat jelas dikatakan disana bagaimana hubungan dari keduanya karena fungsi filsafat  dalam pendidikan sangat sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. seperti misalnya yang tercantum dalamUndang-undang No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan dalam undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan Nasional sangat umum sesuai dengan isinya yang sangat luas dan waktu pencapaiannya pun sangat lama, mungkin sepanjang hayat manusia itu sendiri. Tujuan ini merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum unuk semua lembaga pendidikan yang ada di Negara Indonesia, baik persekolahan, maupun keluarga dan lembaga lainnya, dan dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai dnegan Perguguruan Tinggi.
            Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Dalam filsafat terdapat berbagai aliran ; sehubungan dengan itu maka dalam filsafat pendidikan pun terdapat berbagai aliran. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk digunakan sebagaai bahan pertimbangan dalam mengembangkan kovergensi dari pada filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila. Berikut ini diuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan :
    1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
    2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
    3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
    4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
    5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
    6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
    7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
    8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
    9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

D. Hubungan antara Filsafat, Pendidikan dan Filsafat Pendidikan
Dapat dikatakan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tidak terpisahkan. Filsafat penddikan mempunnyai peranan yang sangat penting dalam suatu sistem pendidikan, karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. Pernyataan lain mengatakan suatu usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan tanpa menggunakan kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian (inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan.
Filsafat pendidikan memang suatu disiplin yang bisa dibedakan tetapi tidak terpisah baik dari filsafat maupun juga pendidikan, ia beroleh asupan pemeliharaan dari filsafat. Ia mengambil persoalannya dari pendidikan, sedangkan metodenya dari filsafat. Berfilsafat tentang pendidikan menuntut suatu pemahaman yang tidak hanya tentang pendidikan dan persoalan-persoalannya, tetapi juga tentang filsafat itu sendiri.
Filsafat dan pendidikan berjalan bergandengan tangan, saling memberi dan menerima. Mereka masing-masing adalah alat sekaligus akhir bagi yang lainnya. Mereka adalah proses dan juga produk.

(1) Filsafat sebagi proses (philosophy as process)
Filsafat sebagai aktivitas berfilsafat (the activity of philosophizing). Tercakup di dalamnya adalah aspek-aspek: (a) analisis (the analytic), yakni berkaitan dengan aktivitas identifikasi dan pengujian asumsi-asumsi dan criteria-kriteria yang memandu perilaku. (b) evaluasi (the evaluative), berkaitan dengan aktivitas kritik dan penilaian tindakan. (c) spekulasi (the speculative), berhubungan dengan pelahiran nalar baru dari nalar yang ada sebelumnya. (d) integrasi (the integrative), yakni konstruksi untuk meletakkan bersama atau mempertautkan kriteria-kriteria atau pengetahuan atau tindakan yang sebelumnya terpisah menjadi utuh.
Jadi, proses filosofis itu membangun dinamika dalam perkembangan intelektual.
(2) Filsafat sebagai produk (philosophy as product)
Produk dari aktivitas berfilsafat adalah pemahaman (understanding), yakni klarifikasi kata, ide, konsep, dan pengalaman yang semula membingungkan atau kabur sehingga bisa menjadi jernih dan dapat dimanfaatkan untuk pencarian pengetahuan lebih lanjut. Filsafat dengan “P” capital adalah suatu bangun pemikiran yang secara internal bersifat konsisten dan tersusun dari respon-respon yang dibuat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam proses berfilsat. Pertama-tama, Filsafat memang tampak sebagai suatu jawaban, posisi sikap, konklusi, ringkasan akhir, dan juga rencana final.

E.  Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.
Filsafat pendidiikan sudah seharusnya dipelajari dan didalami oleh setiap orang yang memperdalam ilmu pendidikan dan pemerhati pendidikan, terlebih mereka yang memilih profesi sebagai Tenaga pendidik. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Alasan lainnya yakni :
  1. Adanya problema-problema pedidikan dari zaman ke zaman yang mejadi perhatian para ahli masing-masing. Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraah lahir dan batin masyarakat dan bangsa. Banyak tulisan yang dihasilkan oleh ahli pikir, dan tidak jarang gagasan ahli yang satu mempengaruhi gagasan ahli-ahli yang lain. Guru diharapkan mampu menyelesaikan problema-problema pendidikan yang ada dengan berpedoman pada salah satu aliran filsafat pendidikan.
  2. Dapatlah diperkirakan bahwa bagi barang siapa yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan-pandangan yang jangkauannya melampaui hal-hal yang diketemukan secara eksperimental dan empirik. Maka dari itu fiilsafat pendidikan dapat diharpakan merupakan bekal untuk meninjau pendidikan beserta masalah-masalahnya secara kritis.
  3. Dapat terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik dengan landasan asas bahwa berfilsafat adalah berpikir logis yang runtut teratur dan kritis, maka berfilsafat pendidika mempunyai kemampuan semacam itu. Oleh karena itu diharpkan dapat mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya pribadi pendidik yang baik. Maka mempelajari filsafat pendidikan itu mengandung optimisme menggembirakan.
  4. Dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan.
  5. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
  6.  Dengan filsafat aksiologi guru memahami hal-hal yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.

III. Penutup
            Dengan pembahasan di atas kiranya pembaca dapat menyadari pentingnya filsafat pendidikan bagi tenaga pendidik dan pemerhati pendidikan dalam usaha pengembangan ilmu pendidikan. Terlebih lagi bagi seorang tenaga pendidik (guru) yang berhadapan langsung dengan peserta didik,  peran filsafat pendidikan bagi guru sangatlah jelas, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.

You Might Also Like

0 komentar