Legenda Batu Kuwung
Legenda Batu Kuwung
DAHULU
pernah hidup seorang saudagar kaya raya yang mempunyai hubungan sangat
erat dengan kekuasaan Sultan Haji. anak dari Sultan Ageng Tirtayasa.
Karena kedekatannya tersebut, sang Saudagar mendapat hak monopoli
perdagangan beras dan lada dari Lampung. Tak ayal, usahanya pun maju
pesat.
Harnpir semua tanah pertanian di
desa-desa yang berdekatan dengan tempat tinggal sang Saudagar menjadi
miliknya. la membeli tanah-tanah tersebut dari para petani dengan harga
yang rendah. Biasanva setelah petani-petani tersebut tidak mampu lagi
mernbayar hutang dengan bunga yang beranak-pinak dan sudah habis jatuh
tempo kepada sang Saudagar.
Selain itu, sang Saudagar diangkat
menjadi seorang kepala desa di ternpat tinggalnya. Tetapi ia
menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan dengan memungut pajak yang
lebih tinggi dari tarif yang diharuskan. Karena kekayaan dari
kekuasaannya itu, ia menjadi orang yang sangat sombong dan seringkali
bertindak sewenang-sewenang.
Sang Saudagar juga sangat kikir.
Apabila ada orang, lain tertimpa musibah dan membutuhkan pertolongan, ia
sama sekali tidak mau memberikan bantuan. Bahkan saking pelitnya, ia
tidak mau menikah meskipun umurnya telah berkepala empat. Baginya.
menikah dan memiliki anak adalah suatu pemborosan.
la hidup bermewah-mewahan, sedangkan
orang-orang di sekitarnya dirundung kemiskinan, sehingga sangat
beralasan, jika hampir semua penduduk desa membencinya. Untuk melindungi
harta dan nyawanya saja, ia memelihara beberapa orang pengawal pribadi.
Syahdan, suatu hari di desa tempat
tinggal sang Saudagar kaya raya itu, lewatlah seorang sakti yang
menyamar sebagai seorang pengemis lapar dengan kaki pincang. Sebelumnya,
Orang Sakti ini sudah tahu mengenai perangai buruk sang Saudagar,
dikarenakan keburukannya sudah jadi obrolan rutin penduduk, di pasar
atau di warung-warung kopi. la datang ingin memberi pelajaran dan
menyadarkan sang Saudagar yang sombong dan kikir tersebut.
Maka, si Pengemis berkaki pincang
yang tidak lain adalah seorang sakti itu mampir menemui sang Saudagar di
rumahnya yang besar dan mewah. Si Pengemis mengutarakan maksudnya
menemui sang Saudagar untuk meminta sedikit makanan pengganjal perut dan
sedikit kekayaan sebagai modal usaha.
Tetapi sang Saudagar memang sangat kikir. Bukannya memberi, ia malah memaki-maki si Pengemis berkaki pincang.
“Hal pengemis hina, apa kau pikir
kekayaan yang kumiliki sekarang ini jatuh begitu saja dari langit, heh?!
Enak saja kau meminta-minta kepadaku, dasar pemalas!” hardik Sang
Saudagar seraya mendorong tubuh si Pengemis berkaki pincang, hingga
jatuh tersungkur mencium tanah.
Mendapat perlakuan seperti itu, si
Pengemis berkaki pincang pun murka. la memperingatkan bahwa sang
Saudagar akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.
“Hai Saudagar yang sombong dan kikir,
kau pun harus merasakan betapa lapar dan menderitanya aku!” ujar si
Pengemis berkaki pincang. Setelah berkata demikian, segera si Pengemis
berkaki pincang raib dari pandangan mata. Melihat kejadian tersebut sang
Saudagar terkejut bukan main.
Benar saja. Esok hari ketika sang
Saudagar bangun dari tidur, ia tidak dapat menggerakkan kedua kakinya.
Dengan sekuat tenaga ia berusaha menggerakkan kakinya, tetapi tetap saja
tidak bisa. Sang Saudagar pun panik. la bertenak-teriak histeris. Para
pengawal pribadinya segera berdatangan mendengar teriakan sang Saudagar
tersebut.
Jadilah sang Saudagar menderita
kelumpuhan pada kedua kakinya. la memerintahkan kepada pengawal
pribadinya mencari tabib-tabib sakti untuk mengobati kakinya yang
lumpuh. Ia menjanjikan imbalan yang sangat tinggi bagi slapa saja yang
dapat menyembuhkannya.
Namun, meski sudah banyak tabib
berusaha mengobati, tak satu pun yang berhasil. Oleh sebab itu ia pun
berjanji akan memberikan setengah dari harta kekayaannya bagi siapa saja
yang dapat menyembuhkannya dari kelumpuhan.
Si Pengemis berkaki pincang mendengar
janji tersebut. Maka ia pun datang menemui sang Saudagar dan
menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi sebab kelumpuhan kaki sang
Saudagar.
“Semua ini adalah ganjalan atas
sifatmu yang kikir dan sombong. Agar kakimu sembuh dari kelumpuhan kau
harus melaksanakan tiga hal. Pertama, kau harus bisa merubah sifat
sombong dan kikirmu itu.
Kedua, kau harus pergi ke kaki Gunung
Karang dan carilah sebuah Batu Cekung. Lalu bertapalah kau selama tujuh
hari tujuh malam di atas Batu Cekung tersebut, tanpa makan dan minum.
Dan ingat, apa pun yang akan terjadi jangan sampai kau membatalkan
pertapaan yang kau jalani.
Ketiga, apabila kakimu sudah sembuh
seperti biasa, kau harus memenuhi janjimu untuk merelakan setengah dari
harta kekayaan tersebut kepada orang-orang miskin di tempat tinggalmu”.
Setelah berkata demikian, lagi-lagi si Pengemis berkaki pincang tersebut
raib begitu saja dari pandangan mata. Sang Saudagar pun sadar bahwa si
Pengemis berkaki pincang tersebut bukan orang sembarangan.
Kemudian berangkatlah sang Saudagar
dengan menggunakan tandu yang digotong oleh dua orang pengawal
pribadinya, menuju ke kaki gunung Gunung Karang. Setelah berhari-hari
melakukan perjalanan melewati jalan setapak yang dikelilingi semak
belukar dan pepohonan yang lebat, akhirnya sang Saudagar tiba di kaki
Gunung Karang dan melihat sebuah Batu Cekung yang dimaksud si Pengemis
berkaki pincang.
Karena perjalanan yang sangat
melelahkan dan dilakukan tanpa istirahat, kedua orang pengawal pribadi
sang Saudagar jatuh pingsan. Padahal Batu Cekung tersebut tinggal
beberapa puluh langkah lagi jaraknya.
Terpaksa, dengan bersusah payah sang
Saudagar merayap di tanah untuk mencapai Batu Cekung tersebut. Lalu ia
pun segera bertapa di atasnya. Selama tujuh hari tujuh malam ia menahan
rasa lapar dan haus karena tidak makan dan minum, juga bertahan dari
bermacam-macam godaan lainnya, seperti binatang-binatang liar dan
makhluk-makhluk halus yang datang mengganggu.
Pada hari terakhir pertapaan,
keajaiban pun terjadi. Dari pusat Batu Cekung tersebut menyemburlah mata
air panas. Sang Saudagar menyudahi tapanya, lalu bersegera mandi dengan
mata air panas dari Batu Cekung tersebut. Keajaiban terjadi lagi, kedua
kakinya yang semula lumpuh kini dapat ia gerakkan kembali.
Seperti janjinya semula, maka sang
Saudagar membagi-bagikan setengah dari harta kekayaannya kepada
orang-orang miskin di sekitar tempat tinggalnya. Para petani di desanya
diberikan tanah pertanian sendin untuk digarap. la juga kemudian
menikahi seorang gadis cantik anak seorang petani miskin, yang menarik
hatinya. Penduduk desa pun tidak lagi membencinya, ia kemudian dikenal
sebagai seorang saudagar yang dermawan.
Apabila ada orang bertamu ke
rurnahnya, sang Saudagar kerap kali bercerita, perihal keajaiban mata
air panas Batu Cekung di kaki Gunung Karang yang dapat menyembuhkan
kelumpuhan kakinya. Lambat laun cerita dari mulut ke mulut itu pun
tersebar luas. Banyak orang yang tertarik untuk mendatanginya. Konon,
beberapa macam penyakit lain dapat sembuh apabila mandi dengan mata air
panas Batu Cekung tersebut.
Kini, orang-orang mengenalnya sebagai
objek wisata mata air panas “Batu Kuwung” (yang berarti batu cekung).
Objek wisata yang belum dikelola secara profesional ini, masuk ke dalam
wilayah Kecamatan Padarincang, Ciomas, berlatar belakang kaki Gunung
Karang.
0 komentar